
Ia suka bekerja keras untuk memperbaiki
keadaan. Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan
pendidikannya di MULO, Sutomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan
untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Belakangan
ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak
pernah resmi lulus.
Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Belakangan Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda.
Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Belakangan Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda.
Sebelum pendudukan Jepang pada 1942,
peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.Setelah
kemerdekaan Indonesia, Sutomo sempat terjun dalam dunia politik
pada tahun 1950-an, namun ia tidak merasa bahagia dan kemudian
menghilang dari panggung politik. Pada akhir masa pemerintahan Soekarno
dan awal pemerintahan Suharto yang mula-mula didukungnya, Sutomo kembali
muncul sebagai tokoh nasional.